JAKARTA RAYA – Direktorat Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menggelar diskusi bertajuk Urgensi Pembaruan Tata Kelola Kebudayaan. Diskusi tersebut membahas mengenai kemungkinan pemisahan Dirjen Kebudayaan dari Kemendikbudristek dan berdiri sendiri menjadi Kementerian.

Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid mengatakan, untuk menjalankan tugas, fungsi, dan arah kebijakan secara optimal diperlukan organisasi setingkat kementerian yang berdiri sendiri. Penggabungan tugas dan fungsi pemajuan kebudayaan dengan tugas dan fungsi yang lain, seperti pendidikan, riset dan teknologi, atau pariwisata, tidak efektif.

“Penggabungan dengan tugas dan fungsi pendidikan seperti yang ada saat ini tidak efektif, karena yang diperlukan sesungguhnya adalah pendidikan yang berkebudayaan, dan bukan fungsi kebudayaan secara terpisah dalam kementerian, yang membidangi pendidikan,” ujar Hilmar.

Hilmar mengatakan, pendidikan yang berkebudayaan berarti mengarusutamakan kebudayaan, melalui jalur Pendidikan, seperti diamanatkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

“Amanat konstitusi untuk memajukan kebudayaan dijabarkan dalam sejumlah peraturan perundang-undangan. Melihat lingkup tugas dan fungsi serta tanggung jawab yang terkandung di dalamnya begitu luas, sudah sepatutnya urusan kebudayaan ditangani oleh sebuah kementerian yang terpisah dari urusan lainnya,” tutur Hilmar.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Suharti mengatakan, banyak hal harus segera dipersiapkan menjelang pemisahan kebudayaan dari Kemendikbudristek. Mengingat ada 70 anak yang berada di satuan pendidikan yang bakal menjadi sasaran dari bidang kebudayaan itu sendiri.

“Membangun kebudayaan juga membangun anak-anak sejak usia dini. Dan saat ini ada 70 juta anak kita berada di satuan Pendidikan mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi,” ucap Suharti.

Diakui selama ini banyak jalinan kerja sama antara bidang pendidikan dan kebudayaan yang tidak mungkin dipisahkan. Sehingga banyak yang harus dipikirkan dan disiapkan jika nantinya kebudayaan berdiri sendiri sebagai Kementerian.

Menurut Suharti, memajukan kebudayaan melalui Pendidikan menjadi salah satu hal yang utama. Karena membangun kebudayaan juga membangun mulai dari anak-anak usia dini yang mayoritas berada di sekolah.

“Ada 60 juta anak-anak kita di sekolah. Ditambah Pendidikan tinggi yang sekarang mencapai 9,8 juta. Total ada 70 anak yang berada di satuan Pendidikan,” ucap Suharti.

Sedangkan Anggota Komisi X DPR RI, Rano Karno, yang turut hadir dalam diskusi tersebut, menyatakan dalam upaya meletakan kebudayaan sebagai hulu pembangunan, maka langkah strategis pertama yang harus dilakukan adalah membentuk lembaga kebudayaan sendiri.

“Dia tidak bisa digabung dengan lembaga yang lain, karena kebudayaan ini sangat luas pengertiannya. Kalau kita ibaratkan saja 17 ribu pulau, kita baru bicara tentang pulau, bagaimana masyarakat di dalamnya, bagaimana adat istiadatnya. Artinya kebudayaan ini sangat besar, harus dikelola dengan baik,” kata Rano.

“Karena kebudayaan ini bukan hanya sebuah kesenian, kebudayaan ini juga lingkungan hidup, masyarakat adat, nah itu kalau tidak diatur, kita akan kehilangan kebudayaan itu sendiri. Jadi menurut saya langkah pertama adalah membentuk badan atau lembaga tentang kebudayaan,” tambah Rano.

Sementara itu, berdasarkan hasil penelitiannya, peneliti Tenggara Strategics, Made Hani Jaya Dewantara merekomendasikan pendirian lembaga pengelola khusus kebudayaan.

“Kita mengajak masyarakat Indonesia untuk memvaluasi lebih atau menghargai lebih lagi tentang budaya. Karena saya dari Bali, kalau saya lihat kenapa sih masyarakat Bali menjaga budaya, karena mereka melihat budaya itu ada nilainya. Jadi kalau mereka gak melestarikan budaya, wisatawan asing gak datang,” kata Made.

“Makanya kalau di Bali kita punya aturan rumah di Bali harus punya pura. Lalu arsitekturnya Balinya harus terjaga, sehingga kalau ada wisatawan datang ke Bali, vibes Balinya langsung terasa. Muaranya adalah pembentukan lembaga khusus untuk kebudayaan adalah untuk menghitung valuasi lagi,” ucap Made. (hab)