Gender adalah perbedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat dan bersifas dinamis.
JAKARTARAYA-21 April diperingati sebagai Hari Kartini. Hari kelahiran sosok manusia yang berjuang mengangkat derajat kaum perempuan pada masa penjajah. Meski terlahir dalam keluarga bangsawan atau priyayi, namun Kartini lebih memikirkan nasib keterbelakangan kaum perempuan untuk bisa mendapatkan pengetahuan dan pendidikan.
Namun, perjalanan anak pasangan Raden Mas Sosroningrat dan Mas Ajeng Ngasirah, ini untuk mengangkat derajat kaum perempuan penuh lika-liku. Banyak tantangan dan hambatan, terutama dari dalam lingkungan keluarga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Meski banyak tantangan, Kartini tak patah semangat. Ia terus berupaya mencari jalan agar dirinya dan perempuan pada masa itu bisa berpendidikan. Salah satu upayanya adalah mendirikan sekolah dengan dukungan sang suami, Raden Adipati Joyodiningrat. Ia juga menggagas pendirian organisasi para bangsawan bumiputera di Jawa dan Madura.
13 September 1904, Kartini melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat. Selang empat hari melahirkan, Kartini meninggal dunia dan dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Kabar meninggalnya RA Kartini sempat mengagetkan teman-temannya di Eropa dan Batavia. Bahkan, Menteri Kebudayaan, agama dan kerajaan Hindia Belanda, JH Abendanon, membukukan tulisan surat menyurat Kartini pada teman-temannya dengan judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” (“Habis Gelap Terbitlah Terang”).
Buku inilah yang akhirnya mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Sejak saat itu kesataraan gender pada perempuan sudah tidak dianggap tabu lagi.
Kisah perjalanan hidup RA Kartini masih menjadi inspirasi banyak perempuan di Indonesia. Salah satunya adalah Walikota Tangsel dua periode 2011-2016 dan 2016-2021, Airin Rachmi Diany.
Menurutnya, Kartini berjasa besar dengan gagasan egaliternya bahwa perempuan harus memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Berkat Kartini, perempuan tak lagi hanya berbicara masalah domestik, namun bisa memiliki cita-cita besar.
Ia pun berpesan agar perempuan seluruh Indonesia untuk selalu semangat. Kuncinya adalah memahami diri untuk minat dan bakat dalam berkarya. Penting juga mengenali kelebihan dan kekurangan diri agar bisa terus maju dengan menyadari segala risikonya.
“Pesan untuk perempuan Indonesia, tetap semangat, ketahui apa yang menjadi passion dan kebahagiaan kita, kekurangan kelebihan kita dengan terus belajar dan evaluasi,” tutur Airin, dikutip tribunnews com.
Selain itu, Airin juga berpesan agar perempuan di Indonesia tak mudah menyerah dan memiliki daya hidup untuk memperjuangkan cita-citanya. “Fokus dan tidak boleh menyerah dengan apa yang menjadi mimpi cita dan asa yang membuat kita bahagia,” pungkasnya. (jr)
Penulis : il