JAKARTA RAYA, Medan – Perkara dugaan pembunuhan yang menyeret oknum dosen, Dr Tiromsi Sitanggang, terhadap suaminya, Rusman Maralen Situngkir, terus bergulir di persidangan. Salah satu saksi, Fani Sitanggang, yang juga merupakan karyawan di Kantor Notaris milik terdakwa, mengungkapkan bahwa terdakwa dan korban kerap terlibat pertengkaran rumah tangga.

“Terdakwa sering memarahi korban dan beberapa kali saya melihat mereka cekcok. Bahkan, terdakwa pernah hanya memberi korban makan nasi putih saja,” ujar Fani saat memberikan kesaksian, Senin (14/4/2025).

Namun, kesaksian Fani langsung dibantah oleh terdakwa Tiromsi Sitanggang di hadapan majelis hakim. Menanggapi bantahan tersebut, kuasa hukum keluarga korban, Ojahan Sinurat, SH, menyatakan bahwa hak terdakwa untuk membantah merupakan bagian dari proses hukum.

“Kalau terdakwa membantah, itu hak pribadinya. Tapi dari beberapa saksi yang sudah hadir, semuanya menyatakan bahwa rumah tangga mereka memang kerap diwarnai cekcok. Kalau dia tetap menyangkal, ya harus dibuktikan dengan menghadirkan saksi tandingan,” ujar Ojahan.

Dalam kesaksiannya, Fani juga mengungkap bahwa pada hari kejadian ia sudah tiba di kantor sejak pukul 08.00 WIB. Ia beberapa kali dimintai tolong oleh terdakwa, mulai dari membeli air galon, memperbaiki resleting celana, hingga mengambil sertifikat ke Kampus Sari Mutiara Medan.

“Awalnya saya disuruh beli galon air. Karena belum ada, saya kembali pukul 09.00 WIB dan disuruh beli lagi. Sekitar pukul 09.00, sopir terdakwa, Gripa Sihotang, datang ke kantor. Setelah saya kembali pukul 09.30 WIB, Sihotang sudah tidak ada. Saat itu korban masih terlihat lalu-lalang di dapur,” ujar Fani.

Ia juga mengaku sempat memperbaiki resleting celana terdakwa sekitar pukul 10.30 WIB. Namun, saat kembali ke kantor, pintu sudah tertutup dan dikunci rantai. Tak lama kemudian, ia diminta terdakwa untuk mengambil sertifikat ke kampus, namun orang di kampus mengaku tidak mengetahui soal dokumen tersebut.

Saat hendak menghubungi Tiromsi, justru terdakwa lebih dulu menghubungi dan memintanya segera kembali ke kantor. Sesampainya di kantor, suasana sudah sepi. Fani lalu mendapat kabar bahwa korban mengalami kecelakaan dan meninggal dunia.

Untuk memastikan kabar tersebut, ia sempat menanyakan langsung ke pemilik grosir di sekitar rumah korban. Tak lama, seseorang bernama Jeremiah, yang dikirim oleh terdakwa, datang ke kantor dan membantu Fani membereskan rumah sebelum jenazah dibawa ke rumah duka. Namun hingga pukul 18.00 WIB, jenazah belum juga tiba, sehingga Fani memutuskan pulang.

Sementara itu, dua saksi lainnya dari Dinas Pertanian, yakni Maranatha dan Umar, membenarkan bahwa mereka pergi bersama terdakwa dan sopirnya Gripa Sihotang untuk meninjau lahan di Paribuntoba yang rencananya akan ditanami kentang. Mereka menyebut tidak melihat tanda-tanda mencurigakan atau perilaku tidak wajar dari terdakwa selama kegiatan tersebut berlangsung. (sin)