JAKARTA RAYA, Bekasi – Direktur Eksekutif Etos Indonesia Institute, Iskandarsyah, angkat suara terkait polemik dugaan pemalsuan identitas Ketua Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (KORMI) Kota Bekasi yang saat ini tengah diselidiki oleh Bareskrim Polri.

Dia menilai bahwa kasus ini merupakan bentuk pelecehan terhadap prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel.

“Dugaan penggunaan identitas ganda oleh pejabat publik, apalagi yang menerima dana hibah dari APBD, adalah pelanggaran serius yang harus segera dituntaskan oleh aparat penegak hukum,” ujar Iskandarsyah di Jakarta, Rabu (9/4/2025).

Iskandarsyah menilai, kasus yang dilaporkan oleh LSM Tri Nusa Bekasi Raya ini tidak bisa dianggap remeh. Menurutnya, pemalsuan identitas tidak hanya merusak kepercayaan publik, tetapi juga dapat membuka celah terhadap potensi penyalahgunaan anggaran negara.

“Jika benar terdapat dua nama yang merujuk pada satu orang—yakni Dwi Setyowati dan Wiwiek Hargono—maka ini bukan hanya soal etika publik, tapi juga masuk ke ranah pidana,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa aparat penegak hukum, dalam hal ini Bareskrim Polri, harus bertindak transparan dan profesional. Pemanggilan terhadap saksi-saksi serta terlapor merupakan langkah penting agar kasus ini tidak menjadi polemik liar di tengah masyarakat.

“Jangan sampai ada persepsi publik bahwa hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Bila aparat hukum memiliki bukti kuat, maka siapa pun yang terlibat harus diproses, tanpa melihat latar belakang politik maupun sosialnya,” ungkapnya.

Iskandarsyah juga mengingatkan bahwa integritas pengelolaan anggaran hibah oleh organisasi seperti KORMI sangat penting, terlebih jika dana tersebut berasal dari anggaran negara.

“Seluruh organisasi penerima dana hibah wajib menunjukkan transparansi, mulai dari proses penganggaran hingga laporan pertanggungjawaban. Adanya dugaan pemalsuan identitas dalam proses ini tentu menodai semangat akuntabilitas,” tambahnya.

Ia pun mengapresiasi langkah-langkah LSM Tri Nusa yang terus mengawal kasus ini, serta menyampaikan harapan agar penyelidikan berjalan tanpa intervensi.

“Kasus ini harus menjadi pelajaran bahwa jabatan publik bukan ruang untuk bermain-main dengan hukum. Siapa pun yang terbukti menyalahgunakan identitas untuk memperoleh keuntungan pribadi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum,” pungkas Iskandarsyah.

Sebelumnya, polemik dualisme identitas kepengurusan Ketua KORMI Kota Bekasi mencuat ke publik. Masalah ini muncul setelah ditemukan ketidaksesuaian nama yang tercatat dalam struktur kepengurusan KORMI Kota Bekasi dengan data kependudukan yang ada.

LSM Tri Nusa, yang selama ini aktif menyoroti masalah ini, telah mengonfirmasi keabsahan nama tersebut kepada pengurus KORMI Jawa Barat.

“Kami melaporkan adanya dugaan pemalsuan identitas dalam kepengurusan KORMI Kota Bekasi kepada KORMI Jawa Barat. Berdasarkan hasil investigasi kami, nama yang tercatat sebagai Ketua KORMI Kota Bekasi dalam data kependudukan adalah Dwi Setyowati, S.Kom, MM,” ujar Mandor Baya.

Namun, dalam struktur organisasi KORMI Kota Bekasi, nama yang tercantum adalah Wiwiek Hargono, S.Kom, MM.

“Kami menduga ada seseorang yang memiliki dua KTP dengan nama yang berbeda. Publik berhak mengetahui, apakah Ketua KORMI Kota Bekasi sebenarnya bernama Dwi Setyowati atau Wiwiek Hargono. Jangan sampai ada dana hibah yang diterima atas nama yang berbeda, tetapi orangnya sama,” kata Mandor Baya.

Dalam penelusuran lebih lanjut, LSM Tri Nusa menemukan bahwa setiap struktur kepengurusan baru di KORMI harus menyerahkan identitas resmi kepada KORMI Jawa Barat, yang kemudian akan menyusun data berdasarkan identitas yang diberikan.

“Kami mempertanyakan apakah KORMI Kota Bekasi menyerahkan identitas palsu atau tidak sesuai dengan nama yang tercantum di KTP asli, atau apakah Ketua KORMI Kota Bekasi memang memiliki dua KTP dengan nama yang berbeda,” ujar Baya.

Untuk itu, LSM Tri Nusa mendesak KORMI Jawa Barat untuk segera berkoordinasi dengan aparat penegak hukum guna menyelidiki keabsahan identitas Ketua KORMI Kota Bekasi.

“Kami juga meminta agar bantuan dana hibah, baik dari provinsi maupun APBD Kota Bekasi, tidak disalahgunakan. Sebagai fungsi kontrol sosial, kami mendesak adanya transparansi dalam penggunaan anggaran,” tegas Mandor Baya.(hab)