JAKARTA RAYA – Perkembangan dunia kerja yang pesat menuntut individu untuk terus belajar dan beradaptasi. UNICEF dalam laporannya, Skills for the Future in Indonesia, menekankan pentingnya kemampuan belajar sepanjang hayat (lifelong learning) agar individu dapat menghadapi perubahan dunia kerja. Namun, data UNESCO menunjukkan bahwa kurang dari 1% populasi dewasa di lebih dari sepertiga negara mengikuti program pembelajaran seumur hidup.

Menjawab kebutuhan tersebut, Gentem Group hadir sebagai pusat pendidikan komprehensif yang menaungi Wall Street English, CURIOOkids, dan INDIES. Kini, Gentem Center resmi membuka cabang pertamanya di Jakarta dengan mengusung tema “Lifelong Learning: A Journey of Discovery and Growth” dalam acara Grand Opening di Neo Soho Mall.

CEO & Founder Gentem Indonesia Lifelong Learning Group, Kish Gill, menegaskan bahwa lifelong learning bukan hanya pendidikan akademik, tetapi juga pengembangan keterampilan dan pola pikir.

“Lifelong learners tidak hanya mampu merespons perubahan, tetapi juga merangkul dan berkembang. Mereka melihat tantangan sebagai peluang untuk tumbuh dan menjadikan pembelajaran sebagai gaya hidup,” ujar Kish.

Ia menyoroti empat keterampilan utama yang dibutuhkan dalam lifelong learning:

  • Komunikasi
  • Berpikir kritis
  • Kolaborasi
  • Kreativitas

Ditambah empat pola pikir esensial: rasa ingin tahu, inisiatif, ketahanan menghadapi tantangan, dan kemampuan beradaptasi. Keterampilan ini tak hanya penting bagi anak-anak, tetapi juga bagi profesional yang ingin terus berkembang.

Sementara itu, Psikolog Anak & Remaja Anastasia Satriyo, M.Psi, menekankan bahwa resiliensi atau daya tahan menghadapi tantangan adalah kunci mencetak generasi unggul.

“Banyak yang mengira kecerdasan hanya soal IQ, padahal kemampuan beradaptasi dan soft skill justru lebih krusial. Itu yang membuat seseorang bisa menjadi ‘jenius’ versi zaman sekarang,” jelas Anastasia dalam talkshow pembukaan cabang ke-3 Gentem Center di Neo Soho, Jakarta Barat, Rabu (12/2/2025).

Ia juga menyoroti fenomena “strawberry generation”, istilah yang menggambarkan generasi muda yang rapuh menghadapi tekanan. Menurutnya, kebalikan dari generasi ini adalah anak-anak yang memiliki daya lenting—seperti bola basket yang jatuh tetapi bisa melambung kembali.

Dengan konsep lifelong learning, diharapkan generasi muda dapat tumbuh menjadi individu yang adaptif, kreatif, dan inovatif, siap menghadapi tantangan era modern.