JAKARTA RAYA – Dugaan tindak pidana korupsi dalam pembelian tanah oleh Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta mencuat setelah laporan resmi diajukan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
Kasus ini terkait pembelian tanah seluas 352 m² di Jalan TB Simatupang, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, yang diduga menggunakan dokumen kepemilikan tidak sah.
Kuasa hukum Marzuki Bin Mail, pemilik sah tanah tersebut, Badar Subur, menduga adanya perbuatan melawan hukum yang melibatkan sejumlah pejabat negara.
Menurut Badar, tanah milik kliennya telah dibebaskan untuk proyek pembangunan saringan sampah. Namun, pada 22 Desember 2020, ahli waris Ali Bujamin, dkk, diduga menjual tanah tersebut kepada Dinas SDA menggunakan dokumen Girik C.2153 atas nama Ali Bujamin. Dokumen ini berbeda dengan kepemilikan asli Marzuki, yakni Girik C.2717.
Indikasi Kejanggalan dalam Transaksi
Transaksi tersebut tercatat dalam dokumen resmi, di antaranya:
- Berita Acara Pelepasan Hak Nomor 581/BA.AT.02.01/XII/2020 – Tanah seluas 102 m² dengan nilai ganti rugi Rp2,27 miliar, ditandatangani pejabat Dinas SDA.
- Berita Acara Pelepasan Hak Nomor 582/BA.AT.02.01/XII/2020 – Tanah seluas 250 m² dengan nilai ganti rugi Rp5,57 miliar.
- Kuitansi penerimaan uang – Dana diterima oleh Kamaluddin, dengan tanda tangan pejabat terkait.
Namun, keanehan muncul karena Surat Keterangan Ahli Waris sebagai dasar transaksi baru diterbitkan sehari setelah transaksi terjadi, yakni pada 23 Desember 2020.
“Artinya, peralihan hak sudah dilakukan sebelum dokumen syarat sahnya transaksi itu ada. Ini jelas cacat hukum dan berpotensi merugikan negara,” tegas Badar.
Kasus Dilaporkan ke Polda Metro Jaya
Selain ke Kejati DKI, kasus ini juga telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada 23 September 2023, sebagaimana tercantum dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan (STTLP) Nomor STTLP/B/5672/IX/2023/SPKT/POLDAMETRO JAYA.
Laporan ini mencakup dugaan:
- Pemalsuan surat
- Keterangan palsu dalam akta autentik
- Penggelapan
- Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Badar menduga keterlibatan berbagai pihak, termasuk:
- Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemprov DKI
- Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Selatan
- Notaris
- Pihak swasta
“Kami berharap Kejaksaan Tinggi dan kepolisian segera mengusut tuntas kasus ini agar tidak ada lagi praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat dan keuangan negara,” pungkas Badar.
Tinggalkan Balasan