JAKARTA RAYA — Kasus korupsi di Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta terus bergulir. DPRD DKI Jakarta didesak untuk memberikan keterangan terkait dugaan korupsi yang mencapai Rp150 miliar tersebut.
Pengamat kebijakan publik Sugiyanto mengungkapkan bahwa anggota DPRD DKI Jakarta, khususnya Komisi E, baik periode sebelumnya maupun yang sedang menjabat, perlu dimintai keterangan. Hal ini berkaitan dengan peran pengawasan dan persetujuan anggaran oleh DPRD DKI Jakarta.
“Kasus ini penting sebagai pintu masuk untuk membongkar kasus serupa di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya di Pemprov DKI Jakarta,” ujar Sugiyanto, yang akrab disapa SGY, kepada wartawan, Rabu (15/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Seperti diketahui, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Salah satu tersangka, Gatot Arif Rahmadi (GAR), telah ditahan di Rumah Tahanan Negara Cipinang selama 20 hari sejak Kamis, 2 Januari 2025.
“Hari ini, salah satu tersangka dengan inisial GAR telah kami lakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara selama 20 hari ke depan untuk proses penyidikan,” ujar Kepala Kejati DKI Patris Yusrian Jaya dalam konferensi pers pada Kamis.
Penetapan tersangka IHW dilakukan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/M.1/Fd.1/01/2025 tanggal 2 Januari 2025. Sementara itu, MFM ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-02/M.1/Fd.1/01/2025. Adapun GAR ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-03/M.1/Fd.1/01/2025 pada tanggal yang sama.
“Tersangka IHW selaku Kepala Dinas Kebudayaan bersama tersangka MFM, yang menjabat sebagai Plt. Kabid Pemanfaatan, dan tersangka GAR telah bersepakat menggunakan tim EO milik GAR dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan di bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta,” ujar Patris.
Syahron menjelaskan lebih lanjut bahwa tersangka IHW dan MFM bekerja sama dengan GAR untuk menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan surat pertanggungjawaban (SPJ). Tujuannya adalah pencairan dana kegiatan pergelaran seni dan budaya.
“Uang dari SPJ tersebut dimasukkan ke rekening sanggar fiktif maupun sanggar yang dipinjam namanya, lalu ditarik kembali oleh Gatot dan ditampung di rekening pribadinya. Dana ini diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Iwan dan Fairza,” tambah Syahron.
Kasus ini diharapkan menjadi momentum untuk membersihkan praktik korupsi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. (hab)