JAKARTA RAYA – Sebuah gerakan sosial berbasis petisi online muncul di laman change.org dengan tajuk “Tolak KKI Bodong, Wujudkan KKI Berintegritas dan Transparan.”
Petisi ini menuntut transparansi dan integritas dalam tubuh Konsil Kesehatan Indonesia (KKI). Petisi yang diposting pada 20 Oktober 2024 ini telah ditandatangani lebih dari tiga ribu orang dan terus meningkat.
Perlu diketahui, pelantikan Ketua KKI melalui Kepres 69/M/2024 menuai kontroversi, terutama terkait penunjukan Arianti Anaya oleh Presiden Jokowi yang berujung pada PHK massal pada anggota KTKI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Terkait hal ini, Muqouwis, Anggota Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) dari Dinas Kesehatan Lampung, mempertanyakan apakah Lembaga Kepresidenan melakukan penilaian yang memadai sebelum menunjuk Anaya, yang merupakan mantan Dirjen Nakes.
Senada, Muhammad Jufri Sade, Anggota Konsil Kesehatan Lingkungan mengatakan, “Sekretaris Negara seharusnya berhati-hati saat Menkes mengajukan Kepres 69/M/2024, mengingat ada konflik kepentingan yang jelas.”
Padahal, Anaya telah pensiun sejak 1 Oktober 2024, sehingga tidak layak mewakili unsur pemerintah. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa Anaya sebelumnya diperiksa KPK terkait dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kementerian Kesehatan.
Selain itu, Sumantri, anggota KTKI Konsil Keterapian Fisik, juga menyayangkan penunjukan Sundoyo sebagai Ketua Majelis Disiplin Profesi.
“Tidak fair, karena Sundoyo juga Panitia Seleksi. Saat itu, Sundoyo menjabat Staf Ahli Hukum Kemenkes. Kok bisa wasit juga merangkap pemain lalu Menkes memilih menjadi Ketua Majelis Disipil Profesi. Ini Namanya mengusik rasa keadilan,” katanya.
Sementara itu, Rahmaniwati anggota KTKI lainnya mengatakan, Kepres 69/M/2024 berdampak pada PHK massal tanpa mitigasi bagi 86 Anggota Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI).
“PHK massal ini bukan hanya menciptakan pengangguran, tetapi juga memaksa teman-teman saya, yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga, untuk mencari pekerjaan lain, bahkan menjadi driver ojek online,” ucapnya yang pernah pernah memenangkan perkara PTUN menggugat Menkes di medio awal 2000-an ini.
Rachma Fitriati, Anggota Konsil Kesehatan Masyarakat dan juga praktisi kebijakan menilai tindakan Kemenkes sama saja melecehkan lembaga kepresidenan yang seharusnya dijaga martabatnya.
“Ini SK Presiden, bukan lembaga omon-omon.Sama saja Kemenkes melecehkan Lembaga Kepresidenan yang harusnya dijaga Marwah nya oleh Menteri Kesehatan dan para pejabatnya,” ucapnya.
Chandi Lobing, anggota KTKI dari Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara, mengatakan bahwa lembaga non struktural ini dinilai tidak memiliki mitigasi untuk PHK massal.
“Korporasi saja masih memiliki mitigasi untuk PHK massal, kenapa justru sebagai pejabat negara, Kemenkes malah secara sembrono melakukan PHK massal secara sepihak, mendadak dan tidak ada mitigasi sama sekali!,” ucapnya.
Sementara itu, Tri Moedji Hartiningsih, anggota KTKI lainnya mengatakan, bahwa pihaknya telah menanyakan kepada Plt Sekretaris KTKI mengenai PHK mendadak dan kompensasi honorarium yang seharusnya diterima selama 3 tahun ke depan, namun jawaban dari Plt Sekretaris KTKI sangat arogan.
“Plt Sekretaris KTKI menjawabnya, ‘Ini sudah risiko jabatan.’ Di mana letak keadilan bagi Anggota KTKI?. Padahal kami semua memilih untuk menjadi Anggota KTKI karena Kepres Nomor 31/M tahun 2022 berlangsung selama lima tahun,” kaya Tri Moedji Hartiningsih.
Kini, Tri Moedji menyambung hidupnya dengan menjadi driver taxi berbasis online karena pekerjaannya yang lama menjadi Kepala Instalasi Rekam Medis RSUD di Propinsi Banten telah diisi orang lain, dan tidak mudah mencari pekerjaan secara mendadak.
Saat ini, perwakilan Anggota KTKI sedang menuntut keadilan dengan menyampaikan pengaduan kepada Ketua DPR, Pimpinan Komisi 9 DPR RI, dan Komite 3 DPD RI.
Namun sayang, Ketika hal ini dikonfirmasi ke Ketua KKI, Arianti Anaya dan Plt Sekretaris KKI, Yuli Farianti tidak bersedia diwawancarai. Pesan singkat melalui WhatsApp juga tidak dibalas. (hab)
Penulis : Hadits Abdillah
Editor : Hadits Abdillah