JAKARTA RAYA – Ratusan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) menggelar aksi demonstrasi di depan kantor kementerian tersebut. Demonstrasi ini dipicu oleh isu pemecatan pegawai yang diduga terjadi di lingkungan kementerian, Senin (20/1/2025).
Para ASN yang berpartisipasi dalam aksi tersebut mengenakan pakaian serba hitam sebagai bentuk protes atas kebijakan yang dianggap merugikan. Beberapa spanduk yang dibawa dalam aksi tersebut memuat pesan yang cukup mengejutkan, salah satunya mencatut nama istri dari Menteri Kemendikti Saintek, Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Salah satu spanduk bertuliskan, “Institusi Negara Bukan Milik Perusahaan Pribadi Satryo dan Istri.” Spanduk lainnya menyuarakan keresahan mereka dengan kalimat, “Kami ASN, Dibayar Oleh Negara, Bekerja Untuk Negara, Bukan Babu Keluarga.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lantas, siapa sebenarnya sosok istri Menteri Satryo Soemantri Brodjonegoro yang disebut dalam aksi demo tersebut?
Istrinya, Silvia Ratnawati Brodjonegoro, merupakan seorang wanita yang jarang disorot media meskipun memiliki kedekatan dengan figur penting dalam pemerintahan. Silvia dan Satryo menikah dan dikaruniai dua anak, salah satunya adalah Diantha Soemantri, seorang guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang diangkat pada usia 42 tahun.
Meski kehidupan pribadi mereka jarang terungkap ke publik, nama Silvia baru-baru ini mencuat dalam perbincangan terkait dugaan pengaruhnya terhadap kebijakan di Kemendikti Saintek. Tuduhan tersebut menyebutkan bahwa Silvia Ratnawati memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan di kementerian tersebut, meskipun hingga kini belum ada bukti konkret yang mendukung klaim tersebut.
Sejumlah pihak pun menyatakan bahwa tuduhan tersebut belum terbukti kebenarannya. Hingga kini, baik Silvia Ratnawati maupun Satryo Soemantri Brodjonegoro belum memberikan tanggapan resmi terkait isu yang berkembang ini.
Ke depannya, masyarakat berharap akan ada penjelasan lebih lanjut yang dapat memberikan kejelasan mengenai peran Silvia dalam kebijakan kementerian. Dengan berjalannya waktu, penting bagi semua pihak untuk menunggu klarifikasi resmi agar situasi ini dapat diselesaikan dengan transparansi yang memadai.
Sebagai masyarakat yang kritis, kita juga perlu memahami bahwa setiap tuduhan memerlukan pembuktian yang jelas dan objektif, agar tidak berkembang menjadi spekulasi yang merugikan berbagai pihak. (hab)